Monday, January 15, 2007

The Namesake


Judul : The Namesake (Makna Sebuah Nama)

Penulis : Jhumpa Lahiri

Penerjemah : Gita Yuliani K

Penerbit : PT. Gramedia Pustaka Utama

Cetakan : Agustus 2006

Tebal : 336 hlm; 23 cm

Harga : Rp. 42.000,-


Buku the namesake ini adalah buku pertama yang gue baca di awal tahun 2007, buku bagus untuk mengawali tahun ini. Buku ini adalah salah satu karya dari Jhumpa Lahiri, seorang penulis keturunan India yang banyak menghabiskan hidupnya di amerika.
Dalam penulisannya Jhumpa Lahiri sangat konsisten menuliskan cerita tentang kebudayaan India, karena itulah Jhumpa Lahiri dianugrahi Pulitzer untuk kategori Fiksi pada tahun 2000, The Namesake ini adalah buku kedua nya setelah The Interpreter of maladies.

The Namesake, bercerita tentang Lika-liku kehidupan suami istri asal India Ashoke Ganguli dan istri nya Ashima, yang merantau ke AS dalam rentang waktu antara tahun 1968 hingga 2000. Sebuah Kejadian tragis yang hampir merenggut nyawa Ashoke Ganguli menyadarkan dia untuk meninggalkan kenyamanan keluarga besar Ganguli di India untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik di AS.

Dengan di temani sang istri hasil dari perjodohan orang tua nya, Ashoke Ganguli menyelami kehidupan sebagai keluarga imigran di AS. Adaptasi lingkungan, Benturan-benturan budaya mewarnai kehidupan suami istri ini, keadaan di perparah dengan keadaan Ashima yang selalu merasa kesepian karena hidup berjauhan dengan keluarga besar Ganguli di India.

Di tengah masa-masa suram itu lahir lah putra pertama mereka, Gogol Ganguli. Gogol inilah yang menjadi tokoh utama dari novel ini. Sesuai dengan tradisi keluarga india, Pemberian nama anak akan di berikan oleh sang nenek dari ibu, karena itu mereka tidak perlu bersusah payah mencari nama untuk anak mereka, baik nama anak perempuan maupun laki-laki. Tapi sampai lahir nya si bayi, surat dari India yang berisi nama itu tidak kunjung tiba.

Terjadi kepanikan ketika Ashoke dan Ashima akan membawa pulang si bayi dari rumah sakit, karena sistem di AS mengharuskan setiap bayi yang baru lahir untuk membuat akte kelahiran dan itu membutuh kan nama, sedangkan Ashoke dan Ashima ngotot untuk memberi nama anak mereka dengan nama pemberian dari india. Di tengah kepanikan itu muncul lah nama "Gogol", nama yang tidak lazim bagi keluarga Bengali.

Kisah tragis yang di alami Ashoke ketika berusia 22 tahun di India yang meng ilhami dirinya memberi nama Gogol untuk si bayi. Ashoke muda adalah pemuda kutu buku, kemana pun dia pergi selalu membawa buku, suatu hari ketika Ashoke dalam perjalanan menuju rumah sang kakek dengan menggunakan kereta api terjadi kecelakaan besar, untung nya Ashoke sedang membaca sebuah novel ketika kecelakaan itu terjadi dan di antara gelimpangan mayat-mayat korban kecelakaan itu regu penolong menemukan sosok tubuh Ashoke sedang melambai-lambaikan robekan buku. Nikolai Gogol adalah pengarang dari buku penyelamat itu.

Pada awal nya Gogol masih merasa nyaman dengan nama pemberian ayah nya itu, sampai ketika Gogol mulai beranjak dewasa dia merasakan ada yang salah dengan nama nya, ledekan teman-teman nya dan tatapan aneh orang ketika ia menyebutkan nama nya membuat dia sangat membenci nama Gogol. Dia sangat menyesalkan sang ayah kenapa tidak memberi nama dirinya dengan nama-nama india atau Amerika umumnya. Kebencian nya terhadap nama Gogol makin menjadi-jadi ketika di sekolah nya Gogol mengetahuin kisah hidup tragis Nikolai Gogol, yang meninggal muda karena sakit kejiwaan.

Berbagai peristiwa mewarnai kehidupan keluarga kecil ini, meski pada awal nya suami istri ini selalu rindu untuk pulang ke India namun pada akhirnya mereka menetap juga di AS sampai lahir anak kedua mereka Sonia.
Dalam kehidupan imigran india mereka membuat sebuah koloni dengan keluarga-keluarga Bangali lain nya dari waktu ke waktu semakin bertambah. kemajuan karir Ashoke sebagai dosen jurusan Elektro mengharus kan mereka untuk pindah dari kota Cambridge ke Boston, Sementara Ashima tinggal di rumah sebagai ibu rumah tangga yang mengurus rumah tangga dengan tetap melekatkan budaya India kepada Anak-anak nya. Ashima tetap mengenakan sari sebagai pakaiannya sehari-hari, tetap melakukan ritual-ritual keagamaan yang biasa dia lakukan di tanah kelahiran nya dan selalu memasak masakan India bagi keluarganya.

Seperti dua sisi mata uang Gogol menjalani kehidupnya, di satu sisi Keluarga dan komunitas nya menginginkan Gogol tetap mempertahankan identitas ke India an nya, di sisi yang lain Gogol tumbuh dan berkembang menghabiskan masa kanak-kanak, remaja hingga dewasa seperti anak muda amerika pada umumnya, lebih menyenangi memutar piringan white album dari the beatles daripada piringan music dari Bengali, mencoba minuman keras, menghisap ganja atau melepas keperjakaan nya di sebuah pesta dan selalu meminta kepada orang tua nya untuk ikut merayakan natal dan thanks giving walaupun mereka bukan beragama kristen atau katolik.

Realita kehidupan sebagai warna negara As biasa dan tekanan ke India an nya menjadikan Gogol tidak nyaman. Berbagai cara di lakukan oleh Gogol untuk "mengaburkan" identitas nya itu, mulai dari mengganti nama nya menjadi "Nikhil" hingga memperjarang mengunjungi kedua orang tua nya ketika gogol sudah kuliah, Gogol lebih suka menghabiskan waktu nya di asrama dan perpustakaan kampus.

Benturan-benturan budaya terus di alami Gogol, kencannya dengan beberapa teman wanitanya yang bukan turunan India di larang kedua orang tanyanya, sampai suatu ketika Gogol tinggal satu rumah dengan kekasihnya Maxine dan keluarganya. Gaya hidup keluarga Maxine yang sangat Amerika dirasakan gogol berbeda jauh dengan keluarga nya yang selalu teguh memegang adat istiadat India, hal ini makin mempertajam ketidak nyamanan Gogol sebagai turunan India.

Photobucket - Video and Image HostingTapi semua tidak berlangsung lama, kepergian sang Ayah untuk selama-lama nya menyadarkan Gogol atas kekeliruannya selama ini, di tambah rasa bersalah Gogol dengan penggantian namanya setelah ia mengetahui cerita sebenarnya di balik nama Gogolnya itu, nama yang sangat berarti buat ayahnya. Akhirnya untuk mengurangi rasa bersalahnya kepada ayah dan ibu nya, Gogol menerima tawaran sang Ibu untuk diperkenalkan dengan wanita turunan India dari komunitas Bengali untuk di jadikan istri. Pesta penikahan dengan adat India lengkap di laksanakan dengan megah, Gogol melihat kebahagiaan terpancar dari senyum sang Ibu, tapi pernikahan itu tidak berlangsung lama karena Gogol mengetahui kalau Istrinya berselingkuh. Akan tetapi diluar semua penderitaan yang dialami gogol karena penghianatan istri nya perjalanan hidup gogol menyadarkan Gogol bahwa hidup dengan darah Indianya bukan sebuah masalah.

Photobucket - Video and Image HostingThe namesake sebuah novel yang sangat lengkap,kedetilan penuturan Lahiri dalam novel ini seolah mengajak pembaca menyelami kehidupan keluarga imigran India di AS dan memperkenalkan kepada pembaca tentang kebudayaan Bengala, salah satu nya adalah Upacara adat annaprasan : upacara nasi pertama bagi bayi india yang telah memasuki usia 6 bulan. Dalam upacara ini sang bayi di suapi nasi pertama dalam kehidupan pertama meraka. Lalu puncak upacara diadakan acara meramal jalan hidup sang bayi di masa datang. Bayi di sodori piring berisi segumpal tanah tempat tinggal, bolpoin dan selembar uang untuk melihat apakah sang bayi di masa datang akan menjadi tuan tanah, cendikiawan atau pengusaha. Begitu juga kedetilan Lauhari dalam mendeskripsikan makanan India bisa menambah pengetahuan kuliner kita sebagai pembaca. Makanan india : nasi biryani, ikan gurame saus yoghurt, dal, samosa(semacam pastel goreng), pakora (semacam cemilah yang digoreng seperti kroket), Pauseh ( semacam puding nasih terbuat dari nasi,susu,gula,kismis dan beberapa rempah kayu masih,kapulaga dan lain-lain), aloo - gobi ( hidangan yang terdiri dari terigu, daging dan rempah-rempah, di masakberjam-jam sampai berbentuk pasta ).

Tema dan alur cerita dalam novel ini sangat sederhana dan tak berbelit-belit. Semua bermuara padanya proses asimilasi dari keluarga imigran yang mencoba bertahan hidup di Negara AS, dan konflik-konflik yang ditimbulkan karena ABCD (American Born Conflict or Confused Des) pada keturunannya, dimana arus deras kebudayaan, gaya hidup dan lingkungan mereka yang jauh berbeda dan lebih bebas terkadang membuat aturan-aturan budaya asal yang cenderung mengekang dan membatasi membuat adanya pergolakan dalam diri generasi kedua-nya.
Walaupun tema asimilasi atau ABCD ini sering diangkat, namun Jhumpa Lahiri memoles dengan sangat cantik dibuatnya semua mengalir dengan lancar, tak ada plot yang mengagetkan, nyaris tak ada klimaks tetapi ceritanya dapat di pertahakan sampai akhir cerita.
Disamping itu juga, dalam Novel ini Jhumpa Lahiri juga memaparkan kesuksesan para imigran India dalam bidang pendidikan, memang orang-orang india mempunyai kepandaian yang luar biasa, dilihat dari silicon valley dari America mulai di boyong ke Negara ini. Kebanggan tersendiri.


Photobucket - Video and Image Hosting Keindahan cerita novel ini menarik perhatian seorang sutradara keturunan india untuk menggarapan sebuah film berdasarkan novel ini dan akan launching pada bulan April ini.

Thursday, January 11, 2007

Centhini-Empat Puluh Malam dan Satunya Hujan


Title : Centhini-Empat Puluh Malam dan Satunya Hujan
Category : History book
Author: Elizabeth D Inandiak

Pada awalnya gue berpikir Kisah Centhini itu sama dengan cerita Kamasutra, dalam pikiran saya waktu itu jika India mempunyai Kamasutra, maka tanah Jawa mempunyai Serat Centhini. Tetapi setelah membaca buku yang berjudul Centhini - Empat Puluh Malam dan Satunya Hujan, karya Elizabth D. Inandiak ini baru saya mengetahui bagaimana kisah dari serat Centhini ini.

Serat Centhini merupakan sebuah karya penting dalam sastra Jawa yang ditulis pada abad ke-19 yang menggambarkan bagaimana agama islam berkembang di jawa, terutama oleh lapisan elite dalam masyarakat Jawa. Suatu kisah yang menceritakan mengenai percampuran antara Islam dengan budaya lokal Jawa. Dan Serat Centhini ini di tulis untuk di tembangkan, dalam sastra Jawa kuno, suara dianggap wahyu yang merasuki penyair untuk melahirkan irama mengiringi pujangga memasuki kata-kata dalam serat Centhini, sudah dapat di bayangkan betapa indahnya tembang ini. Terdapat 13 kisah yang di tembangkan dalam serat Centhini, yaitu :Silisilah, Perang, Pengembaraan, Minggatnya Cebolan, Terjadilah asmara, Empat Puluh Malam dan Satunya Hujan, ia yang memikul raganya, buku ke IX, Alih rupa, Dendang awan mencarai Matahari, Pulau Besi, Termakan, Nafsu terakhir. Sebuah karya sastra Jawa yang memperlihatkan kosa kata yang paling kaya.

Buku Centhini - Empat Puluh Malam dan Satunya Hujan, karya Elizabth D. Inandiak ini tercipta atas prakarsa Mantan Dubes Perancis untuk Indonesia Thierry de Beauce, yang terpesona oleh kisah Centhini, Serat Centhini adalah salah satu karya terbesar dunia, namun belum di terjemahkan dalam bahasa apapun. Karena terpesona oleh kisah Centhini, Thierry de Beauce memutuskan bahwa kedutaan besar perancis di Indonesia akan membiayai sebuah saduran karya sastra besar yang terancam sirna itu, agar jangan sampai terlupakan dan kandungannya terwariskan dalam bahasa yang megah dan indah. Untuk itu maka di undanglah Elizabth D. Inandiak untuk merealisasikan keinginan tersebut, Elizabth D. Inandiak sendiri adalah seorang reporter asal perancis yang telah bekerja di berbagai penjuru dunia dan telah menghasilkan beberapa novel dan naskah film, Elizabth D. Inandiak sangat concern terhadap kebudayaan jawa dan telah tinggal di yogya selama 15 tahun. Serat Centhini yang asli mempunyai 400 halaman oleh Elizabth D. Inandiak menyadur menjadi 1000 halaman yang kemudian di translate ke dalam bahasa Indonesia kemudian Prancis. Tanpa mengurangi keindahan tembang aslinya, terciptalah buku yang luar biasa ini. Dan buku Buku Centhini - Empat Puluh Malam dan Satunya Hujan ini merupakan buku pertama dari dua buah karya Elizabth D. Inandiak dalam saduran serat Centhini.

Tembang pertama bermula ketika Putra Mahkota Kesultanan Surakarta Adiningrat di pulau Jawa memerintahkan tiga pujangganya untuk menyusun suatu cerita kuno dalam bentuk tembang yang merangkum segala ilmu dan ngelmu jawa bahkan hingga seni hidup, agar pendengarnya hanyut dalam kesadaran, dari kisah perjalanan itulah tercipta syair-syair indah yang berjudul Seluk Tembangraras, tetapi orang menyebutnya Serat Centhini. Centhini sendiri adalah nama seorang Pelayan yang penuh pengabdian, entah kenapa karya sastra Jawa ini di juluki nama seorang pelayan.

Untuk kisah Empat Puluh Malam dan Satunya Hujan ini berkisah tentang putra mahkota sultan Giri yang bernama Amongraga dan istri nya Tambangraras yang melewatkan empat puluh malam dalam kamar pengantin tanpa bersetubuh. Selama 40 malam Amongraga memberi pelajaran kepada Istri nya, terucap dalam syair-syair yang sangat indah...
Oh, Wangiku! seandainya kau berusahan mencari rasa di cakrawala, kau tidak akan menemukannya. Di atas bumi dan di bawah bentangan langit, tidak ada yang menyamainya. Rasa adalah manis di lidah, rabaan di kulit, bunyi di telinga, sari di sungsum, bau-bauan di hidung, makna di kepala, gerak di hati, penglihatan di mata..Rasa itulah rahasia yang di capkan Allah di kalbu. Karena rasa mengenali.

Terdapat pula syair-syair yang bersifat cabul, yang terangkai Indah oleh keanggunan tembangnya....
Amograga telanjang dan duduk besila di hadapan istrinya, di ujung seberang ranjang cukup jauh hingga ketelanjangannya tidak membuatnya was-was, namun cukup dekat agar Tambangraras dapat memperlihatkan bentuk lingganya setepat-tepatnya.
Di balik sekat berkerawang, Centhini menangkap desah Amongraga, dan engah Tambangraras, bulir-bulir peluh di tubuh mereka yang membara dan memenuhi kamar, tempias gerimis. Centhini berjaga, sebab ia di tugasi untuk mengabarkan koyaknya selaput dara agar segera disipakan jamu godogan hasil curian.

Ibu haruskah cinta diresmikan dengan noda ??
Di akhir tembang, di kisahkan kesedihan Amongraga yang harus meninggalkan istri tercinta untuk mencari saudara perempuan nya, di lukiskan dalam syair...Kekasihku, di jalan ada perjumpaan dan sua kembali. Tetapi kita berjalan sendiri-sendiri. Kubawa ragaku menempuh kemegahan Suluk, dan kamulah tembang laras suluk itu. Kau mengira aku pergi, padahal aku mengembara di dalam dirimu.

Bangga rasanya mengetahui Serat Centhini dapat di sejajarkan dengan karya sastra dunia lain nya, tapi sangat ironis kenapa malah pemerintah Perancis yang bersedia menduniakan karya sastra ini ?? kenapa tidak bagsa kita sendiri ???

.........di balik sekat berkerawang, Centhini merasakan malam di atas ranjang bidadari undur diri sebelum pudar...

Red Leaves - Tale of Murder and Suicides

Title : Red Leaves - Tale of Murder and Suicides
Books Genre: Mystery & Thrillers
Author: Thomas H. Cook

Terprofokasi oleh banyaknya pujian dari salah satu milis komunitas pecinta buku akan kehebatan buku ini, tanpa berpikir panjang gue langsung membeli buku ini di sebuah pameran buku yang di adakan di Jakarta beberapa waktu yang lalu.

Red Leaves adalah sebuah novel misteri yang bercerita tentang sebuah keluarga harmonis di kota kecil Wasley, Eric Moore seorang pria paruh baya sebagai kapala keluarga adalah pemilik sebuah toko kamera dan cuci cetak film di pusat kota. Eric mempunyai mempuyai seorang istri yang bekerja sebagai dosen dan seorang putra bernama Keith berusia 15 tahun.
Keharmonisan keluarga ini dikacaukan oleh berita hilangnya seorang gadis cilik berusia 8 tahun yang bernama Amy, Amy adalah putri keluarga Vincent giordano, seorang petani tetangga Eric. Dan sialnya malam sebelum Amy menghilang, Keith lah yang menjaga Amy di rumah keluarga giordano.

Sejak peristiwa itu kepercayaan eric kepada keluarganya menguap,awalnya dia mencurigai putranya sendiri sebagai pembunuh amy, tetapi setelah polisi membuktikan bahwa Keith bukan seorang pembunuh, kecurigaan Eric beralih ke kakak kandungnya sendiri,karena sang Kakak pernah beberapa kali kepergok mengintip siswa taman kanak-kanak yang berada di dekat tempat tinggalnya,ketidak percayaan Eric membuat sang kakak memutuskan untuk mengakhiri hidupnya sendiri.

Keadaan di perparah dengan kecurigaan Eric kalau istrinya berselingkuh dengan rekan kerjanya di kampus. Kekacauan itu juga membuka tabir masa lalu Eric dan keluarganya. Ayah Eric adalah seorang pengusaha sukses yang bangkrut, adik perempuan yang sangat dicintainya meninggal karena kangker dan sang ibu meninggal karena kecelakaan mobil.
Semua kebahagiaan, rutinitas, keluarga ideal itu langsung hancur seketika, memporak-porandakan ketenangan keluarga itu, sebuah beban berat buat Eric menghadapi semua musibah ini, satu persatu orang-orang yang dicintainya terenggut dari sisinya sampai kebenaran itu akhirnya datang.

Cerita Red Leaves ini berjalan sangat lamban, mendekati bosan, sampai tiga bab pertama aja ceritanya belom berkembang. Baru di tengah cerita kita seperti di ajak menyelesaikan permainan puzzle, dengan menyusun potongan-potongan cerita sampai akhirnya kita dapet mebuka tabir dari cerita ini.

Menurut gue testimonial dari buku ini lebih heboh dibandingkan dengan ceritanya sendiri, untung Thomas H. Cook membuat ending buku ini dengan sangat bagus.